Sang Muadzin
Rasulullah
Sebagian
orang hanya mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam hanya memiliki satu orang muadzin, yaitu Bilal
bin Rabah radhiallahu ‘anhu.
Padahal tidak hanya Bilal yang menjadi muadzin Rasulullah, ada nama lain yaitu
Abdullah bin Ummi Maktum radhiallahu
‘anhu. Ketika kita sodorkan nama Abdullah bin Ummi Maktum, sebagian
orang mungkin merasa asing, bahkan di antara mereka baru mendengar seorang
sahabat yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum.
Kedua
muadzin Rasulullah ini, Bilal bin Rabah dan Abdullah bin Ummi Maktum radhiallahu ‘anhuma, memiliki
waktu khusus untuk mengumandangkan adzan. Bilal bin Rabah diperintahkan adzan
pada waktu shalat tahajud –yang saat ini termasuk sunnah Nabi yang sudah jarang
kita temui-, sedangkan Abdullah bin Ummi Maktum adzan pada saat datangnya waktu
shalat subuh.
Dari Ummul Mukminin, Aisyah radhiallahu ‘anha,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: ”
أَنَّ بِلَالًا كَانَ يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُوا وَاشْرَبُوا
حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ، فَإِنَّهُ لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ
الْفَجْرُ “
“Sesungguhnya Bilal adzan pada waktu (sepertiga)
malam. Karena itu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Makan dan minumlah kalian sampai Ibnu
Ummi Maktum adzan. Karena ia tidak akan adzan kecuali setelah terbitnya fajar
shadiq (masuk waktu subuh).”
Latar Belakang
Abdullah
bin Ummi Maktum adalah salah seorang sahabat senior Rasulullah, beliau termasuk
di antara as-sabiquna-l awwalun
(orang-orang yang pertama memeluk Islam). Ada yang mengatakan nama beliau
adalah Umar, ada juga yang menyebut Amr, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menggantinya dengan nama Abdullah.
Orang-orang Madinah mengenalnya dengan nama
Abdullah, sedangkan orang-orang Irak menyebutnya Amr. Namun keduanya sepakat
bahwa nasabnya adalah Ibnu Qays bin Za-idah bin al-Usham. Abdullah memiliki
kedekatan nasab dengan Ummul Mukminin Khadijah radhiallahu ‘anha. Ibu dari Khadijah adalah
saudaranya Qays bin Za-idah, ayah dari Abdullah.
Abdullah
bin Ummi Maktum memiliki kekurangan fisik berupa kebutaan (tuna netra).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bertanya kepadanya, “Sejak kapan, engkau kehilangan
penglihatan?” Ia menjawab, “Sejak kecil.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
قال الله تبارك وتعالى: إذا ما أخذتُ
كريمة عبدي لم أجِدْ له بها جزاءً إلا الجنة
“Allah Tabaraka
wa Ta’ala berfirman, ‘Jika Aku mengambil penglihatan hamba-Ku, maka
tidak ada balasan yang lebih pantas kecuali surga.”
Saat Allah memerintahkan Rasul-Nya dan kaum
muslimin untuk hijrah ke Madinah, maka Abdullah bin Ummi Maktum menjadi orang
yang pertama-tama menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya tersebut. Walaupun ia
memiliki kekurangan fisik, jarak antara Mekah dan Madinah yang jauh, sekitar
490 Km, ancaman dari orang-orang Quraisy, belum lagi bahaya dalam perjalanan,
semua itu tidak menghalanginya untuk memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya.
Keistimewaan Abdullah bin Ummi Maktum
Selain
memiliki keistimewaan sebagai seorang muadzin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Abdullah bin Ummi Maktum juga merupakan orang kepercayaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Saat Rasulullah melakukan safar berangkat ke medan perang, beliau selalu mengankat
Abdullah bin Ummi Maktum menjadi wali Kota Madinah menggantikan beliau yang
sedang bersafar. Setidaknya 13 kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkatnya
sebagai wali kota sementara di Kota Madinah.
Keistimewaan
lainnya adalah Allah Ta’ala
menjadi saksi bahwa Abdullah bin Ummi Maktum adalah seseorang yang sangat
mencintai Alquran dan sunnah Nabi-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapat
teguran dari Allah Ta’ala
lantaran mengedepankan para pembesar Quraisy daripada Abdullah bin Ummi Maktum.
Bukan karena tidak menghormati Abdullah bin Ummi Maktum, akan tetapi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
berharap kemaslahatan yang lebih besar –dalam pandangan beliau- apabila para
pembesar Quraisy ini memeluk Islam, namun ternyata hal itu tidak tepat di sisi
Allah dan Allah langsung meluruskan dan membimbing Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kisahnya adalah sebagai berikut:
Pada masa permulaan dakwah Islam di Mekah,
Rasulullah sering mengadakan dialog dengan para pembesar Quraisy, dengan
harapan agar mereka mau menerima Islam. Suatu kali beliau bertatap muka dengan
Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabi’ah, Amr bin Hisyam atau lebih dikenal dengan
Abu Jahal, Umayyah bin Khalaf dan Walid bin Mughirah, ayah Khalid bin walid.
Rasulullah berdiskusi dengan mereka tentang Islam.
Beliau sangat ingin mereka menerima dakwah dan menghentikan penganiayaan
terhadap para sahabat beliau.
Sementara beliau berunding dengan sungguh-sungguh,
tiba-tiba Abdullah bin Ummi Maktum datang ‘mengganggu’ minta dibacakan
kepadanya ayat-ayat Alquran.
Abdullah mengatakan, “Wahai Rasulullah, ajarkanlah
kepadaku ayat-ayat yang telah diajarkan Allah kepada Anda.”
Rasul yang mulia tidak memperdulikan permintaan
Abdullah bin Ummi Maktum. Beliau agak acuh kepada perkataan Abdullah itu. Lalu
beliau membelakangi Abdullah dan melanjutkan pembicaraan dengan pembesar
Quraisy tersebut. Rasulullah berharap, mudah-mudahan dengan Islamnya mereka,
Islam tambah kuat dan dakwah bertambah lancar.
Selesai berbicara dengan mereka, Rasulullah
bermaksud hendak pulang. Tetapi tiba-tiba penglihatan beliau gelap dan kepala
beliau terasa sakit seperti kena pukul. Kemudian Allah mewahyukan firman-Nya
kepada beliau,
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ [1] أَنْ جَاءَهُ
الْأَعْمَىٰ [2] وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ [3] أَوْ يَذَّكَّرُ
فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَىٰ [4] أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَىٰ
[5] فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّىٰ [6] وَمَا عَلَيْكَ أَلَّا يَزَّكَّىٰ [7] وَأَمَّا
مَنْ جَاءَكَ يَسْعَىٰ [8] وَهُوَ يَخْشَىٰ [9] فَأَنْتَ عَنْهُ تَلَهَّىٰ [10] كَلَّا إِنَّهَا تَذْكِرَةٌ [11] فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ [12] فِي صُحُفٍ مُكَرَّمَةٍ [13]
مَرْفُوعَةٍ مُطَهَّرَةٍ [14] بِأَيْدِي سَفَرَةٍ [15] كِرَامٍ بَرَرَةٍ [16]
“Dia ( Muhammad ) bermuka masam dan berpaling,
karena seorang buta dating kepadanya, Tahukah kamu, barangkali ia ingin
membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu
pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya
serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau mereka
tidak membersihkan diri (beriman). Adapun orang yang dating kepadamu dengan
bergegas (untuk mendapatkan pengajaran), sedangkan ia takut kepada (Allah),
maka kamu mengabaikannya. Sekali kali jangan (begitu)! Sesungguhnya ajaran
Allah itu suatu peringatan. Maka siapa yanag menghendaki tentulah ia
memperhatikannya. (Ajaran ajaran itu) terdapat di dalam kitab-kitab yang
dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para utusan yang mulia
lagi (senantiasa) berbakti.” (QS. 80 : 1 – 16).
Enam belas ayat itulah yang disampaikan Jibril
Al-Amin ke dalam hati Rasulullah sehubungan dengan peristiwa Abdullah bin Ummi
Maktum, yang senantiasa dibaca sejak diturunkan sampai sekarang, dan akan terus
dibaca sampai hari kiamat.
Sejak hari itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
semakin memuliakan Abdullah bin Ummi Maktum.
Syahidnya Sang Muadzin
Pada
tahun 14 H, Amirul Mukminin Umar bin Khattab mengadakan konfrontasi dengan
Kerajaan Persia. Beliau radhiallahu
‘anhu menulis surat kepada para gubernurnya dengan mengatakan,
“Jangan ada seorang pun yang ketinggalan dari orang-orang yang memiliki
senjata, orang yang mempunyai kuda, atau yang berani, atau yang berpikiran
tajam, melainkan hadapkan semuanya kepadaku sesegera mungkin!” Lalu
berkumpullah kaum muslimin, tergabung dalam pasukan besar yang dipimpin oleh
sahabat yang mulia, Saad bin Abi Waqqash. Di antara pasukan tersebut terdapat
Abdullah bin Ummi Maktum.
Abdullah
bin Ummi Maktum masuk ke dalam pasukan Perang Qadisiyah dengan mengenakan baju
besinya, tampil gagah, dan bertugas memegang panji bendera Islam. Tidak
membuatnya gentar suara di medan perang yang menderu, dentingan tebasan pedang,
ataupun desiran anak panah yang melesat. Baginya Amirul Mukminin telah membuka
kesempatan bagi semua orang dalam jihad ini, ia pun tak mau melewatkan peluang
berjihad di jalan Allah, walaupun bahaya sebagai seorang tuna netra lebih
berlipat ganda.
Perang
yang hebat pun berkecamuk, hingga sampailah pada hari ketiga, baru kaum
muslimin berhasil mengalahkan pasukan negara adidaya Persia. Kemenangan
tersebut menjadi kemenangan terbesar dalam sejarah peperangan Islam sampai saat
itu. Namun kemenangan tersebut juga harus dibayar dengan gugurnya para syuhada,
para pahlawan Islam, di antara mereka adalah sahabat dan muadzin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Abdullah bin Ummi Maktum radhiallahu
‘anhu. Jasadnya ditemukan terkapar di medan perang sambil memeluk
bendera yang diamanatkan kepadanya untuk dijaga.
Akhirnya
sang muadzin pulang ke rahmatullah, gugur sebagai pahlawan memerangi bangsa
Majusi Persia. Semoga Allah Ta’ala
menerima amalan-amalan Abdullah bin Ummi Maktum dan memasukkan kita dan beliau
ke dalam surga Allah.
Sumber: islamstory.com dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar